Oleh Ani Ni’matul Khusna
“Yaudah, Maya bobo dulu sana. Udah malam loh.”kata si cowo dengan
singkat.
“iya. Mas juga bobo ya, biar besok bisa bangun pagi. Besok kalo aku
bangun duluan, aku telpfon yaa biar kamu bangun” lanjut si cewe dengan
cerewetnya yang manja.
Maya dan Dika menjadi salah satu pasangan muda mudi yang sedang
dicumbu godaan-godaan cinta di masa orientasi kampus yang juga bersamaan dengan
masa orientasi di pesantren mahasiswa ini.
Hampir setiap hari mereka berkomunikasi lewat telepon dan lewat
chat sudah setiap menit mungkin. Pondok pesantren yang sudah bermitra dengan
kampus itu memang berbeda dengan pesantren pada umumnya. Mulai dari alat
komunikasi yang dibebaskan hingga tradisi untuk berlomba mencari gebetan bagi
santri putra. Oleh karena itu, tak heran lagi jika pada masa adaptasi santri
baru ini ditemukan kasus-kasus serupa dengan maya dan dika tadi di setiap
komplek.
Namun, setiap pondok pesantren selalu memiliki ritual yang berbeda.
Mulai dari tipe pesantren yang terkenal ketat dari segi peraturan, hingga
pondok pesantren yang tak ada bedanya dengan kost. Pesantren dengan peraturan
yang lebih tegas, biasanya memiliki ritual pertemuan bagi pasangan ngumpet-ngumpet
ini melalui surat yang dititipkan ke teman kamar gebetannya saat di kampus.
Karena pesantren yang satu ini, tidak mengizinkan alat komunikasi apa pun
masuk. Sedangkan yang agak fleksibel, biasanya dapat bertemu diam-diam di atas
jam 11 malam. Itu pun tak bisa lama. Karena akan ada bagian keamanan yang
ronda. Nah, untuk tipe pesantren seperti kos biasanya jarang ada tragedi
menggaet sabtri putri di pondok itu. Karena mereja bahkan bebas bertemu dengan
santri putri di jam berapapun. Sehingga, tak ada lagi santri yang tertarik
menjalin hubungan sembunyi-sembunyi itu.
Pixabay |
Senja sore ini, terkesan lebih jingga dan menorehkan lukisan alam
terindah yang pernah Maya saksikan. Menyusul sang senja, suara adzan Andrew,
bule pesantren itu berkumandang mengalahkan pekikan burung senja yang berganti
perbincangan para hewan malam. Diiringi sholawatan Aziz, Maya bergegas
meninggalkan kamarnya menuju musola untuk sholat maghrib berjamaah. Sambil mencari-cari
seseorang di seberang satir, Maya menggelar sajadahnya di bagian
belakang untuk melaksanakan solat qobla maghrib. Suara Andrew kembali
memekik mengumandangkan iqomah dan sholat berjamaah pun dimulai.
Tak mau menyerah, selesai berjamaah dan kembali ke kamar ia
melewati depan musola bagian putra. Kepalanya pun mencuri-curi tengok kesana.
Namun ia tak mampu memastikan keberadaan Dika. Tiba di kamar pun, ia langsung
membuka ponselnya dan mengirim chat menanyakan tentang keberadaan Dika saat
jamaah tadi pada pujaan hatinya itu. Sekitar 10 menit berlalu, Ia pun mendapat
balasan. Begitu terus hingga waktu mengaji tiba.
Kelas ngaji yang berbeda, memisahkan keduanya. Namun, selesai
mengaji ritual mereka berselancar kembali lewat ponsel berteknologi layar
sentuh yang sudah dapat dibilang canggih itu. Mereka seperti dimabuk cinta
hingga lupa akan rasa bosan. Seakan selalu dirundung rindu yang tak
berkesudahan, tak henti-hentinya keduanya berkomunikasi. Hingga waktu mengaji
ba’da isya pun mulai dengan ditandai bel mengaji yang berdering. Berlanjut
dengan rutinitas masing-masing memupuk rindu untuk kemudian sepulang mengaji
akan mereka luapkan puncaknya via telepon. Bahagia bukan main dua insan yang
sedang dikerubungi setan-setan syahwat itu.
***
Sekitar 4 bulan sudah santri baru beradaptasi dengan suasana mondok
di pesantren ini. Yang dahulu terasa begitu penasaran dengan setiap santri baru
yang masih polos itu, kini santri putra yang lama mulai merasa bosan. Mungkin
benar adanya, jika seorang pria lebih cepat merasa bosan dengan sebuah
rutinitas, termasuk rutinitas sebuah hubungan. Berbeda dengan wanita, yang
meskipun tak dipungkiri bisa merasakan bosan namun lebih pandai
mengendalikannya.
Itu sebabnya, Dika terlihat mulai jenuh dengan ritualnya dengan
Maya saat selesai aktivitas mengaji di malam hari. Maya mulai mencium aroma
pengkhianatan dari Dika. Mulai dari intensitas telepon yang berkurang hingga
gunjingan teman-temannya tentang kelakuan Dika di luar sana. Sampai pada suatu
waktu, tepatnya dini hari sekitar pukul 2 ia terjaga dari tidurnya dan
mendengar sebuah percakapan.
“iya, aku bobo dulu ya. Kamu juga bobo ya mas.”
Ia pun berusaha merangkak perlahan menuju ponsel Diah yang
untungnya diletakkan di tempat mengecas yang agak jauh dari Diah yang
sepertinya sudah mulai memasuki alam mimpinya. Satu per satu kepala teman
kamarnya dilewati, beberapa jempol atau jari kaki mungkin ada yang terinjak.
Hingga ada yang bergerak memperbaiki posisinya, namun ada yang tetap terlelap
tak berkutik meski rambut atau tangannya terinjak agak keras.
Tiba di tempat ponsel Diah diletakkan. Tak menunggu lama, Maya pun
langsung membukanya. Maya memang penghafal yang baik. Pernah sekali Diah
memberitahu sandi ponselnya pada Maya, Maya langsung mengingatnya dalam memori.
Dan terbukti saat ini, tak butuh waktu lama hanya 3 kali coba, kuncinya
langsung terbuka. Maya pun segera menilik panggilan terakhir dan nomornya tak
terdaftar dalam kontak ponsel Diah. Namun bagi Maya yang mudah menghafal nomor,
ia langsung mengenali nomor itu. Dan memori itu tertuju pada Dika, pemilik
hatinya untuk saat ini.
***
Monumen Perpisahan
Reviewed by Unknown
on
January 15, 2018
Rating:
No comments: