Monumen Perpisahan



“Yaudah, Maya bobo dulu sana. Udah malam loh.”kata si cowo dengan singkat.

“iya. Mas juga bobo ya, biar besok bisa bangun pagi. Besok kalo aku bangun duluan, aku telpfon yaa biar kamu bangun” lanjut si cewe dengan cerewetnya yang manja.

Maya dan Dika menjadi salah satu pasangan muda mudi yang sedang dicumbu godaan-godaan cinta di masa orientasi kampus yang juga bersamaan dengan masa orientasi di pesantren mahasiswa ini.

Hampir setiap hari mereka berkomunikasi lewat telepon dan lewat chat sudah setiap menit mungkin. Pondok pesantren yang sudah bermitra dengan kampus itu memang berbeda dengan pesantren pada umumnya. Mulai dari alat komunikasi yang dibebaskan hingga tradisi untuk berlomba mencari gebetan bagi santri putra. Oleh karena itu, tak heran lagi jika pada masa adaptasi santri baru ini ditemukan kasus-kasus serupa dengan maya dan dika tadi di setiap komplek.

Namun, setiap pondok pesantren selalu memiliki ritual yang berbeda. Mulai dari tipe pesantren yang terkenal ketat dari segi peraturan, hingga pondok pesantren yang tak ada bedanya dengan kost. Pesantren dengan peraturan yang lebih tegas, biasanya memiliki ritual pertemuan bagi pasangan ngumpet-ngumpet ini melalui surat yang dititipkan ke teman kamar gebetannya saat di kampus. Karena pesantren yang satu ini, tidak mengizinkan alat komunikasi apa pun masuk. Sedangkan yang agak fleksibel, biasanya dapat bertemu diam-diam di atas jam 11 malam. Itu pun tak bisa lama. Karena akan ada bagian keamanan yang ronda. Nah, untuk tipe pesantren seperti kos biasanya jarang ada tragedi menggaet sabtri putri di pondok itu. Karena mereja bahkan bebas bertemu dengan santri putri di jam berapapun. Sehingga, tak ada lagi santri yang tertarik menjalin hubungan sembunyi-sembunyi itu.

Pixabay

Senja sore ini, terkesan lebih jingga dan menorehkan lukisan alam terindah yang pernah Maya saksikan. Menyusul sang senja, suara adzan Andrew, bule pesantren itu berkumandang mengalahkan pekikan burung senja yang berganti perbincangan para hewan malam. Diiringi sholawatan Aziz, Maya bergegas meninggalkan kamarnya menuju musola untuk sholat maghrib berjamaah. Sambil mencari-cari seseorang di seberang satir, Maya menggelar sajadahnya di bagian belakang untuk melaksanakan solat qobla maghrib. Suara Andrew kembali memekik mengumandangkan iqomah dan sholat berjamaah pun dimulai.

Tak mau menyerah, selesai berjamaah dan kembali ke kamar ia melewati depan musola bagian putra. Kepalanya pun mencuri-curi tengok kesana. Namun ia tak mampu memastikan keberadaan Dika. Tiba di kamar pun, ia langsung membuka ponselnya dan mengirim chat menanyakan tentang keberadaan Dika saat jamaah tadi pada pujaan hatinya itu. Sekitar 10 menit berlalu, Ia pun mendapat balasan. Begitu terus hingga waktu mengaji tiba.

Kelas ngaji yang berbeda, memisahkan keduanya. Namun, selesai mengaji ritual mereka berselancar kembali lewat ponsel berteknologi layar sentuh yang sudah dapat dibilang canggih itu. Mereka seperti dimabuk cinta hingga lupa akan rasa bosan. Seakan selalu dirundung rindu yang tak berkesudahan, tak henti-hentinya keduanya berkomunikasi. Hingga waktu mengaji ba’da isya pun mulai dengan ditandai bel mengaji yang berdering. Berlanjut dengan rutinitas masing-masing memupuk rindu untuk kemudian sepulang mengaji akan mereka luapkan puncaknya via telepon. Bahagia bukan main dua insan yang sedang dikerubungi setan-setan syahwat itu.

***

Sekitar 4 bulan sudah santri baru beradaptasi dengan suasana mondok di pesantren ini. Yang dahulu terasa begitu penasaran dengan setiap santri baru yang masih polos itu, kini santri putra yang lama mulai merasa bosan. Mungkin benar adanya, jika seorang pria lebih cepat merasa bosan dengan sebuah rutinitas, termasuk rutinitas sebuah hubungan. Berbeda dengan wanita, yang meskipun tak dipungkiri bisa merasakan bosan namun lebih pandai mengendalikannya.

Itu sebabnya, Dika terlihat mulai jenuh dengan ritualnya dengan Maya saat selesai aktivitas mengaji di malam hari. Maya mulai mencium aroma pengkhianatan dari Dika. Mulai dari intensitas telepon yang berkurang hingga gunjingan teman-temannya tentang kelakuan Dika di luar sana. Sampai pada suatu waktu, tepatnya dini hari sekitar pukul 2 ia terjaga dari tidurnya dan mendengar sebuah percakapan.

“iya, aku bobo dulu ya. Kamu juga bobo ya mas.”

Hanya kalimat itu yang terakhir ia dengar dari salah satu teman kamarnya. Ia pun jadi penasaran tiba-tiba. Sambil menunggu Diah tertidur, ia berusaha tetap diam dan berpura-pura masih terlelap.

Ia pun berusaha merangkak perlahan menuju ponsel Diah yang untungnya diletakkan di tempat mengecas yang agak jauh dari Diah yang sepertinya sudah mulai memasuki alam mimpinya. Satu per satu kepala teman kamarnya dilewati, beberapa jempol atau jari kaki mungkin ada yang terinjak. Hingga ada yang bergerak memperbaiki posisinya, namun ada yang tetap terlelap tak berkutik meski rambut atau tangannya terinjak agak keras.

Tiba di tempat ponsel Diah diletakkan. Tak menunggu lama, Maya pun langsung membukanya. Maya memang penghafal yang baik. Pernah sekali Diah memberitahu sandi ponselnya pada Maya, Maya langsung mengingatnya dalam memori. Dan terbukti saat ini, tak butuh waktu lama hanya 3 kali coba, kuncinya langsung terbuka. Maya pun segera menilik panggilan terakhir dan nomornya tak terdaftar dalam kontak ponsel Diah. Namun bagi Maya yang mudah menghafal nomor, ia langsung mengenali nomor itu. Dan memori itu tertuju pada Dika, pemilik hatinya untuk saat ini.

***


Monumen Perpisahan Monumen Perpisahan Reviewed by Unknown on January 15, 2018 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.