Pelancong Hati

Oleh Ani Ni’matul Khusna


“Aku tak pernah berkata tentang ketidaksukaanku pada Fahmi. Aku menyukainya dan segala tentangnya. Tapi aku tak suka, jika kamu harus berhubungan dengannya lebih dari hubunganku dengannya.”jelas Sifa pada sahabatnya, Indah.

Deburan ombak yang menyapa Indah, dirasanya sebagai sapaan mengejek Sifa yang selalu melarangnya untuk menjatuhkan diri di pelukan seorang Fahmi yang merupakan teman sekelas Sifa. Luapan ombak pada senja kala itu, menerpa kaki mungilnya dan membawa gerombolan angin yang berbisik lirih padanya dan memprovokasinya untuk mengakhiri hubungannya dengan Fahmi. Ya, hubungan yang selalu ia sembunyikan dari Sifa, namun akhir-akhir ini mulai tercium oleh sahabat karibnya itu.

Bibir pantai Serayu, seakan memerankan dirinya yang selalu hanya menjadi tempat istirahat dan singgah bagi hati para pujangga. Ia selalu menantikan ada sosok pelancong yang mau menetap di destinasinya, menjadikan dirinya sebagai dermaga terakhir dalam hidup. itu sebabnya, keseriusan yang ditawarkan Fahmi, teman kelas Sifa yang merupakan sahabatnya dari kecil hingga detik ini, ia seperti cinderella yang tak mau menyia-nyiakan waktu yang diberikan padanya hingga jam 00.00 itu.

 The Science Explorer
Pixabay

Puluhan kali ia dikecewakan oleh harapannya pada pelancong-pelancong itu, puluhan kali pula Sifa mengingatkannya untuk jangan pernah berhubungan dengan Fahmi. Indah tak pernah mengerti dan tak mau mengerti tentang alasan Sifa melarangnya. Karena baginya, Fahmi berbeda dengan pelancong-pelancong lain yang memonopoli harapan-harapannya. Segudang siraman rohani dari Sifa pun tak pernah ia indahkan. Meski begitu, di depan Sifa, Indah selalu berusaha menghargai setiap kata yang keluar dari bibir sahabat yang terlahir hanya terpaut seminggu dengannya itu.

***

“Akhirnya, aku dapat menangkap basah kalian sekarang.”Sifa memergoki kebersamaan Fahmi dan Indah dengan batin yang nelangsa di sebuah rumah makan tak jauh dari kampus mereka. Matanya mulai memerah. Dia merasa tubuhnya dialiri listrik 50 watt, bibirnya gemetar tak mampu berkata lagi. Suasana hening. Indah dan Fahmi pun tak mampu berkata sepatah pun. Karena sudah lama mereka menduga hal ini akan terjadi.

Terik matahari siang itu, semakin membakar emosi Sifa yang masih terpatung. Indah pun mulai bergerak dengan memberikan air putih pada Sifa. Bukan hal yang mudah, membenci sahabat karibnya yang sudah seperti saudara kembar bagi Sifa. Itu sebabnya, Sifa masih mau menerima segelas air yang memang diharapkan Indah mampu melarutkan sedikit emosinya.

Berbekal seteguk air tadi, Sifa pun mulai bersuara.

“Bukan aku tak suka dengan hubungan kalian. Aku menyayangi kalian lebih dari yang kalian tahu. Aku tak pernah mampu mendiamimu lebih dari 1x24 jam ndah, sekalipun kau buat aku menunggu hingga lebih dari 2 jam. Aku tak pernah mampu memasang muka masam padamu lebih dari 3 hari, meski kau membuatku merasa sendiri dalam menjalankan tugas kelompok kita, mi” Terang Sifa pada kedua sahabatnya. Ia memandangi mereka satu per satu bergantian. Dengan beratnya, ia menahan emosinya. Namun matanya menjerit melalui lelehan air matanya. Keterangan Sifa pun membungkam bisu mulut Indah dan Fahmi.

***

Malam itu, sepulang menonton film yang sudah lama ingin Sifa tonton, mereka bertemu dengan teman kampus Sifa. Namun Sifa terkejut, ketika ternyata Rama juga mengenal Tina. Rama yang 3 bulan terakhir ini dekat dengan Sifa, diketahui Sifa bekerja di sebuah bengkel tak jauh dari kantor Ayahnya. Ia pun tak menyangka jika Rama memiliki kenalan di kampusnya. Begitu pun sebaliknya. Sifa mengenal Tina sebagai mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang) yang tak biasanya memiliki kenalan laki-laki di luar kampus. Namun ternyata, mereka saling mengenal karena kedua orang tua masing-masing.

Dan hal yang paling mengejutkan adalah,

“Hei, Tin. Udah lama nunggu yah?”sapa Rama pada gadis berperawakan tinggi itu.
“Ah, belum kok mas. Ohh, ternyata kamu pergi bersama temanku.”balas Tina yang juga terkejut dengan keberadaan Sifa. Dan Rama pun hanya tersenyum karena ketahuan jika dia tak bercerita tentang Sifa sebelumnya.

“Oh iya Fa, kenalkan ini mas Rama, tunanganku. Kita dijodohkan oleh kedua orang tua kita sejak kecil. Lucu yah, jaman sekarang masih ada jodoh-jodohan segala. Tapi setelah aku jalani dengan mas Rama, aku mengakui bahwa orang tua kita tak pernah sembarangan mencarikan jodoh untuk kita.” Ungkap Tina dengan senyum mengembang di pipi berlesungnya sembari menggandeng tangan Rama.

***

Kisah lamanya yang memang tak pernah diketahui Indah itu, menjadi penyebab utama Sifa berlaku demikian pada kedua temannya yang sedang dirundung manisnya cinta itu. Sakit yang teramat Ia rasakan, membuatnya pernah mengalami sakit hingga berminggu-minggu absen sekolah saat SMA. Namun Sifa tak pernah mau menceritakannya pada Indah. Bahkan hingga saat ini. Alasan yang selalu ia katakan, hanya tentang kekhawatirannya akan Fahmi yang mungkin saja mengecewakannya seperti yang lain.

Dan untuk terakhir kalinya, ketakutannya yang berlebih akan terulangnya kisah tragisnya pada sahabat tercintanya, membuatnya terpaksa mendiamkan Indah hingga seminggu terakhir ini. Ia bahkan mengganti nomornya, keluar dari grup whatsap yang sama dengan Indah, dan selalu menghindar jika harus melewati gedung fakultas sahabatnya itu. 

Indah yang mengetahui perubahan sikap Sifa pun tak mau tinggal diam. Ia berusaha mengabulkan permintaan sahabatnya dan mencoba melakukan apa pun yang mungkin dapat mengembalikan sahabatnya padanya. Termasuk memutuskan hubungan dan segala komunikasi tentang Fahmi. Ia pun berusaha melupakan cinta terakhirnya itu. Ia juga telah berikrar untuk tak lagi jatuh cinta.
Pelancong Hati Pelancong Hati Reviewed by Unknown on January 15, 2018 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.